Keresahan yang
kita hadapi di masa pandemi menjadi perhatian besar bagi umat beragama.
Pandemi kali ini telah mengubah tatanan kehidupan masyarakat sampai seratus delapan puluh derajat. Dinamisasi ini terjadi dalam segala bidang. Ekonomi,
politik, sosial, budaya, pendidikan, dan agama. Pandemi yang tak kunjung
selesai sampai saat ini memaksa manusia untuk berpikir akurat dan masif,
sehingga diharapkan melahirkan inovasi baru, agar kehidupan tetap terus
berjalan seperti biasanya.
Dalam konteks umat beragama, pentingnya bagi kita mengetahui peran masif
tokoh agama beserta rumah ibadah sebagai ruang penghambaan. Dalam kesempatan kali
ini, penulis ingin memaparkan ringkasan pembahasan dialog reflektif yang
diadakan oleh Young Interfaith Peacemaker (YIPC) Indonesia. Secara utuh,
dialektika yang tersajikan pun sangat menarik.
Pertama, yakni terkait dengan tokoh agama. Tentunya ungkapan “tokoh
agama” itu sendiri tidak akan akan lepas dari definisi “agama”. Kiayi Ahmad
Rafiq sebagai Ketua Program Studi S3 Studi Islam Pascasarjana UIN Sunan
Kalijaga menjelaskan bahwasannya eksistensi suatu agama, akan selalu
berkorelasi dengan pengetahuan. Maka dari itu, tokoh agama yang dimaksud
berarti ia yang dapat mengimprovisasi kadar pengetahuannya dalam menghadapi
situasi dan kondisi saat ini.
Lalu, beliau pun membagi pengetahuan itu sendiri ke dalam tiga level.
Yang pertama, yakni pengetahuan yang bersifat kompleks dan sistematis.
Pengetahuan seperti ini menuntut pemiliknya untuk mampu menganalisa situasi dan
kondisi melalui pengetahuannya yang kompleks dan sistematis, atau biasa kita
kenal dengan ungkapan hikmah.
Selajutnya yang kedua, yakni pengetahuan yang bersifat praktis dan
ideologis. Pengetahuan seperti ini menuntut pemiliknya untuk mampu menganalisa
situasi dan keadaan secara praktis dan ideologis, atau biasa kita kenal dengan pengetahuan
yang direalisasikan (aktivitas).
Dan yang ketiga, yakni pengetahuan yang bersifat praktis dan fungsional.
Pengetahuan seperti ini menuntut pemiliknya untuk mampu menganalisa situasi dan
keadaan secara praktis dan fungsional, atau biasa kita kenal dengan pengalaman.
Pengalaman yang dimaksud adalah suatu aktivitas yang terbiasa dilakukan yang
menjadi kebiasaan.
Kiayi Ahmad Rafiq pun mengungkapkan kembali bahwasannya refleksi muslim
terkait persoalan ini adalah dengan menyadari banyaknya permasalahan yang
tentunya menjadi perhatian tokoh agama sebagai pemimpin religi (Religious
Leader), pemimpin spiritual (Spiritual Leader) dan pemimpin ritual (Ritual
Leader).
Salah satu hal yang tak kalah pentingnya, ialah tentang rumah ibadah.
Rumah ibadah menjadi pusat dialektika keagamaan bagi setiap umat beragama.
Disni, ada hal yang menarik yang dapat kita simak dari ungkapan Kiayi Ahmad
Rafiq. Beliau mengungkapkan bahwa rumah ibadah diintegralisasikan dalam tiga
bagian, yakni fisik, instansi, dan ruang penghambaan.
Namun, menurut Kiayi Ahmad Rafiq, yang paling terdampak sesuai situasi
dan kondisi sekarang ini adalah ketika rumah ibadah diintegralisasikan sebagai
hal fisik. Artinya, rumah ibadah seperti gereja, vihara, atau pun khususnya
masjid yang dianggap bermasalah mengenai penggunaannya untuk umat. Sedangkan rumah
ibadah yang diintegralisasikan sebagai instansi serta ruang penghambaan akan
tetap berada dalam posisi aman. Karena keduanya dapat dilakukan dimana saja,
tidak absolut di dalam suatu ruang dan waktu.
Agama merupakan pedoman hidup serta menjadi titik tolok ukur yang mengatur sikap dan pola pikir penganutnya
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Positif atau tidaknya tindakan
seseorang itu pun tergantung pada seberapa taat dan seberapa murni penghayatan
terhadap agama yang diyakininya. Agama dalam hal ini berperan sangat penting dalam mengatur kehidupan manusia dan
mengarahkannya kepada kebaikan antar sesama, khususnya dalam kehidupan bemasyarakat.
Abu al-Qosim al-Khui
menegaskan bahwasannya tanpa bantuan agama, dapat dipastikan suatu kebajikan
atau moralitas akan kehilangan maknanya dan akan berubah menjadi seuntaian
nasihat belaka yang bersifat lemah. Artinya, nilai-nilai yang nirmakna, hanya
bercorak nasihat, tidak lebih dari sekadar anjuran belaka.
Agama akan selalu berkorelasi dengan pengetahuan untuk mencapai suatu
formula solutif yang dapat direkomendasikan bagi kehidupan. Lalu, rumah ibadah
adalah ruang penghambaan yang menjadi wadah kedekatan dengan tuhan bagi setiap
umat, khususnya ialah masjid bagi muslim. Semua yang terkait dengan ketokohan
agama dan rumah peribadahan pada intinya bertendensi membimbing setiap individu
kepada kesalamatan karena niat mulia mendekat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
No comments: