Islam memulangkan kekuasaan kepada Allah belaka, yang Esa di dalam
kekuasaan-Nya. Itulah Tauhid, yang mengakui Tuhan hanya Satu. Setelah itu
memandang manusia sama derajatnya. Tidak ada kelebihan si anu dan si fulan,
semuanya sama di sisi Tuhan; kelebihan seorang diri yang lain hanyalah
takwanya, budinya dan kecerdasan akalnya. Bukan kerena pangkat atau harta
kekayaan. Tangan si lemah dibimbing sehingga beroleh kekuatan. Diambil hak dari
tangan yang kuat, dipindahkan kepada yang lemah, sehingga tegaklah perimbangan.
Inilah hidup yang
dikehendaki Islam. Inilah Falsafah Hidup yang kita kehendaki. Hidup seperti
inilah yang dituntut dan dicari oleh ahli-ahli pikir yang insaf di dunia
sekarang, inilah “Hak-hak Asasi Manusia”.
Hidup seperti
inilah yang telah menghasilkan beribu-ribu orang mulia dalam islam, yang hidupnya
berguna untuk dunia, sampai sampai hari Kiamat. Tatkala kaum muslimin masih
berpegang dengan budi pekerti agamanya, tatkala mereka masih mementingkan
penyelidikan dalam perkara besar ini, merekalah “garam” dunia. Tidak enak “sambal" dunia kalau dia tidak tercampur dalamnya. Dialah tanah yang subur, tanaman yang
menghasilkan buah berlipat ganda. Dialah sumber logam yang mahal. Dialah mata
air ilmu pengetahuan yang tinggi.
Ketika orang lain merasa
megah dengan mungkir janji, mereka masih tetap memegang amanah, dan meneguhi
kata. Mereka pandang mahal harga kehormatan diri, sehingga lantaran mahalnya,
sudi mereka membelinya dengan maut. Mereka pandang amat murah haarga maut,
sehingga dengan maut mereka membeli kehormatan.
Dari sinilah
timbul Ghazali, Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, bintang-bintang Filsafat dalam
Islam. Dan disinilah timbul Syafi’i, Hanbali, Maliki, Hanafi ahli-ahli syariat
yang utama. Dari sinilah timbul bintang-bintang yang memberikan alamat kepada
dunia yang tengah berlayar, di mana Timur dan di mana Barat.
Betapa tidak akan
demikian, padahal hikmah, rahasia dan filsafat hayat yang mereka jalankan
bersumber daripada ajaran Nabi Besar Muhammad SAW. yang telah diutus Tuhan
dengan kebenaran yang tidak dapat dibanding.
Kebaikanlah yang
ditegakkan,dan kejahatanlah yang diruntuhkan. Kebaikanlah yang diserukan Nabi,
sahabat, dan budiman-budiman besar dalam Islam. Itulah yang dididikkan oleh
guru,yang diteruskan oleh pemompin. Urat kebaikan itu ialah ikhlas. Cabang-cabang
yang tumbuh daripadanya ialah kemenangan, kejayaan, taufik, dan hidayat, cinta
dan kasih sayang sesama manusia. Kesukaan berkorban untuk orang lain. Keberkahan
dan ketentraman, sakinah dan tuma’ninah. Akhirnya, ialah surga, yang luasnya
seluas langit dan bumi, disediakan bagi orang yang muttaqin. Intinya yang
sejati yang lebih dari surga adalah satu. Yaitu keridhaan dari-Nya.
Lantaran menegakkan
kebaikanlah segolongan umat dahulu telah menang, dan telah memperoleh nikmat daripada
Tuhan.
Kejahatanlah yang diruntuhkan itulah maksud hidup setiap orang Islam.
Dalam perjuangan kita dilahirkan. Di dalam gerak tangis kita mulai membuka
mata. Di dalam bendungan ibu kita menggerakkan badan melepaskan ikatan bendung.
Lepas dari asuhan ibu, kita merangkak, kita angsur tegak dan kita jatuh, lalu
kita tegak lagi dan jatuh lagi. Kemudian tegak lurus untuk pergi berjuang ke
medan permainan, lalu ke medan hidup, lalu ke perjuangan dalam batin kita
sendiri, menegakkan yang baik melawan yang buruk. Selama hidup kita kerjakan
demikian, menjalankan titah Tuhan Yang Maha Esa. Berapa pun yang dapat kita
kerjakan, harus kita syukuri. Tiap hari atau masa kita hitunglah laba dan rugi.
Sampai kelak datang panggilan. Panggilan yang tidak dapat dita’khirkan walau
suatu saat dan tak dapat pula ditaqdimkan walaupun suatu saat. Panggilan yang
tak dapat di elakkan oleh setiap yang bernyawa.
Maka terbukalah pintu kubur. Artinya pindahlah kita dari hidup fana
kepada hidup baka, dari hidup dunia kepada hidup akhirat.
Kita melengong sebentar kepada alam dunia, kepada bumi yang kecil
di dalam lingkungan cakrawala besar. Di sana kita hidup selama ini, dan tidak
akan kembali ke sana lagi. Kita teruskan menghadap ke muka. Disana telah
menunggu Qadhi yang Maha Adil, yang tidak bersembunyi kepada-Nya segenap
perjuangan yang telah kita tempuh, besarnya, dan kecilnya. Di mana tempat kita
kalah dan di mana tempat kita menang. Berapa kali kebaikan telah kita tegakkan
dan berapa kali kejahatan yang telah kita jatuhkan. Ketika itu berjalanlah soal
dan jawab. Berlakulah pertimbangan yang seadil-adilnya. Siapa saja yang berat
kebaikannya, bahagialah yang akan dihadapinya, kekal di dalam surga Jannatun Na’im.
Jika kejahatan yang memang lebih berat, sedang kebaikan hanya sedikit, gelaplah
mukanya. Terbentanglah neraka Jahannam, sampai selesai diterima hukuman yang
setimpal
Sekarang kita tuliskan dan sekarang sudah dapat kita teropong,
gelapkah yang ada di hadapan kita atau terangkah?
Betapa jua pun kita harus percaya, bahwa kebaikan juga yang menang.
Sebab asal-usul kejahatan kita bukan jahat, hanya baik semata. Kalau kejahatan
pernah menang, hanya lantaran dorongan nafsu. Bila nafsu telah reda, kebaikan
jualah yang kita junjung. Sebab itu, hendaklah kita percaya penuh dengan IMAN,
dan baik sangka kepada Tuhan. Itulah FALSAFAH HIDUP.
No comments: