July 2019 - Yoga Firdaus

Saturday, July 13, 2019

Melatih Diri
Saturday, July 13, 20190 Comments
Melatih Diri
Sehat itu fitrah, sementara sakit itu 'petaka' yang muncul tiba-tiba. Setiap manusia dilahirkan dengan fitrah ini. Jadi, riyadhah atau melatih diri hanya dilakukan ketika kondisi sedang normal. Tak ada gunanya melatih diri yang sedang 'liar'. Binatang buas, bagaimanapun sudah dididik pada waktu kecil, setelah besar tetaplah buas.
Dalam setiap diri manusia terpendam tiga potensi atau kekuatan: nalar, nafsu, dan amarah. Orang yang diberi kemuliaan ilmu oleh Allah tentang berusaha untuk mengembangkan potensi nalarnya hingga ke titik sempurna. Sebab, potensi inilah yang menjadikan manusia lebih utama dalam pandangan Allah dibandingkan dengan binatang, sekaligus menyerupai malaikat.
Di samping itu, potensi ini juga menjadi pengendali bagi dua potensi lainnya, yakni potensi nafsu dan potensi amarah. Kedudukannya dalam diri manusia ibarat penunggang kuda. Karena itu, ia harus mampu mengendalikan kuda itu ke arah mana yang ia inginkan. Bahkan, jika perlu, ia bisa memberi pelajaran. Begitulah, potensi nalar mesti mengungguli potensi lainnya, menggunakan dan menahan sesuai kehendaknya. Inilah tipe manusia sejati, manusia sebenar-benar manusia.
Melatih diri harus dilakukan secara perlahan, setahap demi setahap, tak perlu keras-keras atau terlalu ketat. Biarkan diri kadang ingin, kadang enggan. Namun demikian, upaya melatih diri ini dapat dibantu dengan berbagai macam cara; banyak bergaul dengan orang-orang pilihan, menjauhi orang-orang jahat, mengkaji Alquran dan hadis, merentangkan pikiran ke surga dan neraka, dan meneliti biografi orang-orang bijak atau ahli zuhud.
Seorang tetangga Malik Ibn Dinar bercerita, "Suatu malam aku mendengar Malik Ibn Dinar berbicara sendiri, 'Nah begini seharusnya!' Keesokan paginya, aku bertanya, 'saya lihat tak seorang pun di rumahmu tadi malam. Lalu, dengan siapa kamu berbicara?' Ia menjawab, 'Nafsu dalam diriku minta makan, tetapi aku menolaknya. Lalu kuharamkan ia makan tiga hari tiga malam. Setelah tiga hari terlewati, malamnya aku menemukan sesobek roti kering. Aku bergegas menghampirinya, dan kukatakan pada nafsuku, 'Tenanglah! Ini, kamu kuberi sepotong roti basah, makanlah!' Ia menjawab, 'Cukup!' Dan, aku pun berkata, "Nah, begini!"
Jika nafsu mendapati dirimu giat, dia akan giat. Tetapi, jika ia mendapati dirimu malas, ia ingin agar kamu terus malas. Seperti yang diungkap sebuah syair:
Begitu seorang dermawan
Mengenal sifat kedermawanannya
Ia akan ketagihan dan takut kehilangan
Cara lain untuk melatih diri adalah mengintrospeksi setiap perbuatan, perkataan, dosa, dan kekurangan. Manakala latihan ini sempurna, diri akan memuji jerih payah hang sebelumnya ia caci-maki.
Berkata Abu Yazid, "Tak henti-hentinya kusetir diriku menuju Allah seraya menangis, sampai akhirnya aku ketawa."
Senada dengan itu, seorang penyair menulis:
Setiap mata terbuka
Tak henti-hentinya kumenangis dan tertawa
Sampai kubilas bulu mataku dengan darah
Tetapi setelah itu, jangan lupa memenuhi apa yang menjadi haknya, antara lain, memenuhi apa saja keinginannya asal tidak tercela, dan tidak menghalangi tercapainya tujuan Riyadhah. Sebab, jika semua keinginannya dicegah, hati akan buta, semangat akan mengendor, ibadah pun dilakukannya dengan terpaksa.

Read more
Tingkatan Ikhlas
Saturday, July 13, 20190 Comments
Tingkatan Ikhlas
Di dalam kehidupan ini, tentunya kita sebagai manusia tidak akan bisa terhindar dari sebuah permasalahan. Permasalahan apapun itu. Baik permasalahan terhadap diri kita sendiri ataupun terhadap orang lain.
Dalam menghadapi masalah yang ada, alangkah baiknya jika kita bersedia ikhlas dalam menghadapinya. Dengan cara itu, Allah menguji hamba-Nya yang beriman. Allah tidak akan memberikan beban melebihi batas kemampuan hamba-Nya (QS. Al-Baqarah: 286).
Jika kita menghadapi masalah, tapi tidak mendasarinya dengan keikhlasan, maka itu akan menjadi hal yang sia-sia. Ibnu Qayyim berkata, “Amalan yang dilakukan tanpa disertai ikhlas dan tanpa mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaikan seorang musafir yang membawa bekal berisi pasir. Bekal tersebut hanya memberatkan, namun tidak membawa manfaat apa-apa”.
Ikhlas dapat di analogikan sebagai gelas, yang berisikan air putih. Tak ada sedikit pun yang ada dalam gelas itu selain murni air putih belaka, tanpa tercampuri apa pun. Itulah yang disebut dengan ikhlas. Kita melakukan satu amalan hanya karna Allah semata, tak ada satu pun motivasi lain yang mencampurinya. Tak ada harapan surga, semua murni karena menghamba kepada Allah saja.
Imam Nawawi menjelaskan dalam kitabnya, Nashaihul 'Ibad. Ada tiga tingkatan ikhlas, yang mendasari seseorang melakukan suatu amalan dengan suatu maksud tertentu. Pertama, membersihkan perbuatan kita dari perhatian makhluk (manusia) di mana tidak ada yang diinginkan, dengan ibadah yang sudah kita lakulan, selain hanya untuk taat dan patuh kepada Allah, bukan mencari perhatian manusia yang lain, berupa; kecintaan, pujian, dan lain sebagainya.
Kedua, melakukan perbuatan apapun karena Allah, agar kita senantiasa diberi bagian-bagian akhirat, seperti dijauhkan dari siksa api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, serta menikmati berbagai macam kelezatannya.
Ketiga, melakukan perbuatan karena Allah, agar diberi bagian duniawi, seperti kelapangan rezeki, dan terhindar dari hal-hal yang menyakitkan.
Kita sebagai hamba-Nya, harusnya bisa mengendalikan diri kita, agar kita tergolong sebagai orang-orang yang ikhlas, dan mendapatkan pertolongan dari Allah SWT. Rasulullah SAW. bersabda, "Sesungguhnya Allah menolong ummat ini dengan orang orang yang lemah dengan doa, shalat, dan keikhlasan mereka". (HR. An-Nasa’i)

Read more