May 2019 - Yoga Firdaus

Friday, May 31, 2019

Dimensi Islam
Friday, May 31, 2019 4 Comments
Dimensi Islam
Ketika menutup sebuah dialog panjang dengan malaikat jibril, sebagaimana dikisahkan oleh Umar bin Khattab, Nabi SAW. menegaskan; “Itu tadi Jibril yang datang mengajarkan agama kepada kalian.” (HR. Muslim).
            Dalam dialog tersebut, ada empat topik utama yang diperbincangkan. Tiga diantaranya tentang dimensi-dimensi agama yang saling terpadu, yaitu tentang al-Islam atau penyerahan diri dan kepasrahan; al-iman atau kepercayaan; dan al-ihsan atau aktualisasi diri. Sedangkan topik satu lagi tentang hari kiamat, yang mana Nabi tidak berkenan menjawab pertanyaan Jibril tentang itu. Atau, mungkin, pembicaraan mengenai rincian tanda-tanda hari akhir merupakan penambahan dari para periwayat hadis.
            Cukup menarik penegasan agama yang diajarkan Jibril. Seolah-olah Nabi, dengan intuisinya, memprediksi akan terjadi institusionalisasi atau pelembagaan agama pada kemudian hari, dengan mengutamakan satu atau dua dari dimensi agama yang lebih dominan dan mengabaikan dimensi lainnya. Kenyataannya, belum begitu jelas mengapa hingga kini al-Islam - yang merupakan salah satu dimensi agama – menjadi institusi agama formal bagi ajaran-ajaran yang dibawa dan diperkenalkan oleh Nabi Muhammad SAW.?
            Ketika Jibril menanyakan: “Muhammad, katakan padaku apakah al-Islam itu?”, dalam jawaban Nabi tidak ada isyarat yang menunjukan bahwa yang ditanyakan adalah sebuah bangunan agama yang dilembagakan. Yang dipahami Nabi adalah makna aslinya, yaitu “penyerahan diri” atau “kepasrahan kepada Tuhan”. Penyerahan diri tersebut ditandai dengan “menyaksikan (hakikat) bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah; mendirikan shalat; membayar zakat; berpuasa pada bulan Ramadhan; dan berhaji ke rumah Allah sepanjang mampu menempuh perjalanan”. Lima jenis perbuatan yang kemudian populer dengan “Lima Rukun Islam”.
            Seandainya ­al-Islam yang dimaksud Nabi adalah bangunan agama yang melembaga, sepertinya tidak akan ada pernyataan “itu tadi Jibril datang mengajarkan agama kepada kalian” di akhir dialog. Setidaknya Nabi akan mengatakan; “Itu tadi Jibril datang mengajarkan Islam”.        
            Al Islam sebagai penyerahan diri, atau sikap berserah diri, adalah karakteristik agama yang paling esensial. Inilah warisan para nabi, sejak Allah memerintahkan moyangnya para nabi, Ibrahim AS. secara langsung dan tegas. “Ingatlah, ketika Tuhannnya berfirman kepadanya: berserah dirilah, ia patuh dan mengatakan aku berserah diri kepada Tuhan sekalian alam.” (QS. Al-Baqarah: 131). Sikap keagamaan itu juga yang diwasiatkan oleh Ibrahim AS. dan Yaqub AS. kepada para anak keturunannya (QS. Al-Baqarah: 132). Oleh karena itu, Allah menegaskan; “...adakah agama yang paling baik dan indah melebihi penyerahan diri kepada Allah?” (QS. Al-Nisa’: 125).
            Penyerahan diri begitu penting dan esensial dalam agama, karena terkait dengan fungsi kekhalifahan manusia. Fungsi menjadi “asisten Allah” di muka bumi, demi tersebarnya kebaikan dengan cara pengelolaan hidup manusia dan alam yang lebih baik. Sebagaimana diceritakan dalam QS. Al-Baqarah: 30, para malaikat mengkhawatirkan penciptaan manusia akan mengakibatkan pertumpahan darah dan kerusakan di bumi. Kerusakan dan pertumpahan darah memang terjadi dalam kehidupan manusia. Tetapi, itu terjadi bukan karena karakteristik manusia, melainkan disebabkan kesombongan, arogansi, dan independensi manusia. Tuhan menjamin manusia akan selamat dari pertumpahan darah dan kerusakan di bumi jika berserah diri dan pasrah. Esensi penyerahan diri itu, antara lain, ialah penghambaan diri hanya kepada Tuhan, kerendahan hati, penuh rasa syukur, dan terbebas dari dominasi ego.
            Mungkin di antara kita ada yang bertanya; jika agama adalah kepasrahan, bukankah itu berarti membenarkan klaim sebagai ilmuwan, bahwa agama mematikan nalar dan membangun sikap pesimisme serta fatalisme lantaran seluruh sikap dan perilakunya disandarkan hanya kepada Tuhan?
            Kemungkinan munculnya pesimistis dan fatalistis dalam agama memang terbuka. tetapi, dengan catatan, itu terbatas pada orang-orang yang tidak memahami fungsi kekhalifahannya. Sadar fungsi kekhalifahan itu justru memotivasi manusia untuk mengelola dunia. Mendorong terealisasinya kehidupan yang lebih baik.
            Pasrah pada Tuhan bukan berarti seseorang duduk berpangku tangan, tak bergerak dan tak berikhtiar apa-apa lantaran menyerahkan segalanya kepada Tuhan. Kepasrahan adalah berusaha dan berikhtiar tiada henti setiap mengalami kegagalan. Jika seseorang menempuh ikhtiar A, kemudian buntu, ia tetap berikhtiar. Dengan upaya tiada henti tersebut, ia menemukan keindahan dan kemesraan dalam memasrahkan diri kepada Tuhan. Ikhtiar yang tiada henti seolah bermakna: Yaa Tuhan, Engkau menutup pintu A bagiku, aku pasrah pada-Mu. Demikian juga Engkau menutup pintu B bagiku, aku pun pasrah dan aku tetap mencari jalan lain. Aku tak pernah berhenti mencari jalan lain hingga aku yakin menemukan yang Engkau bukakan bagiku.
            Terbukti bahwa kepasrahan kepada Tuhan memunculkan motivasi dan semangat yang tinggi. Boleh jadi, beberapa bentuk ritual diajarkan untuk membangun semangat dan motivasi yang tinggi.
            Bentuk penyerahan diri pada era nabi-nabi tentu berbeda-beda, sesuai pengaturan Allah kepada masing-masing. Atau, katakanlah, sesuai kebutuhan zaman masing-masing. Nabi Muhammad SAW. mengklaim bahwa bentuk penyerahan diri yang paling ideal adalah melakukan lima jenis perbuatan. Jika meneliti lima jenis perbuatan tersebut, tampak jika klaim Nabi cukup beralasan.
Read more

Monday, May 27, 2019

Filsafat Bohong
Monday, May 27, 2019 4 Comments
Filsafat Bohong
Didalam mengkaji bahasan filsafat, terdapat empat perkara yang menjadi masalah utama atau empat perkara yang dicari hakikatnya yaitu berikut ini.
Pertama, mencari yang benar, lawannya yang salah.
Kedua, mencari yang baik, lawannya ialah buruk.
Ketiga, mencari yang indah, lawannya ialah jelek.
Keempat, mencari Yang Suci, atau Yang Mahasempurna, lawannya ialah tidak sempurna.
Jika kita mendalami, perbandingan antara jujur dan bohong dapatlah dicari pada keempat-empat masalah itu, dan jika kita memperkecil area kajiannya, menyisihkan di antara benar dan bohong, dapatlah kita ambil pada filsafat yang pertama, yaitu mencari yang benar dan menjauhi yang salah.
Sikap jujur adalah benar dan bohong adalah salah.
Untuk mengetahui mana yang benar dan menjauhi mana yang salah, kita baiknya mempelajari semua ilmu pengetahuan. Segala ilmu itu mengasah pikiran, seperti ilmu pasti, termasuk ilmu ukur, berhitung (aljabar dan matematika), dan apabila penelitian kita terhadap ilmu alam bertambah dalam, niscaya kita akan menemukan kebenaran.
            Yang sebenarnya ada hanyalah KEBENARAN. Kesalahan itu tidaklah ADA.
Yang benar adalah dua – kali – dua, sama dengan empat (2 x 2 = 4). Bagaimana kita menonjolkan suatu hitungan yang mengatakan bahwa dua – kali – dua sama dengan lima, tidaklah akan bertemu selamanya karena tidak ada. Jika dihitung juga, tetap salah. Karena itu, jika bertambah tinggi kecerdasan seseorang, bertambah sukarlah baginya berdusta karena sangat payahlah mengada-adakan perkara yang tidak ada. Barulah manusia terlepas daripada kepayahan hati karena melawan akal itu, jika dia kembali kepada kebenaran, yaitu mengakui bahwa yang dikatakannya ada itu pada hakikatnya ialah tidak ada.
            Sebab itu, dapat dipastikan bahwa semua perbuatan yang salah adalah bisa dikatakan dusta juga karena ia mendustai kebenaran.
            Seorang pencuri adalah seorang yang membohongi kenyataan, karena dia mengklaim dengan perbuatannya bahwa harta orang lain adalah hartanya.
            Seorang yang boros berbelanja sehingga melebihi uang yang dimilikinya (pendapatannya) adalah seorang yang membohongi kenyataan, karena dia memikulkan beban pada dirinya sendiri yang sebenarnya bukan bebannya.
            Seorang kaya-raya yang bakhil membohongi kenyataan, karena dia tidak mengakui bahwa dirinya tidak dapat bersosialisasi dan meremehkan masyarakat kecil.
            Pendeknya, bukan tutur kata saja bahwa sikap hidup yang menyalahi fakta sebenarnya atau menyalahi yang ada adalah bohong. Semua perkara yang salah dan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya,  tidaklah dapat diteruskan.
            Sekali lagi, tidaklah dapat diteruskan, misal kerbau diberi pelana, karena pelana untuk kuda, atau lokomotif ditarik dengan lembu. Apabila kecerdasan kita bertambah tinggi dan sejalan pula dengan perasaan kita yang halus, kitapun mencari dan mencintai fakta yang sebenarnya, mana yang sewajarnya, dan mana yang seimbang.
            Kerbau diberi pelana tidaklah benar.
            Kerbau diberi pelana tidaklah seimbang, artinya tidaklah adil.
            Kerbau diberi pelana tidaklah indah. Kerbau diberi pelana tidaklah sempurna.
Oleh sebab itu, kebenaran sejati ialah keadilan sejati, adalah keindahan sejati, adalah kebaikan sejati dan jauh dari yang sempurna.
            Dusta adalah salah, janggal, buruk dan jauh dari kesempurnaan. Apbila bertemu dengan kedustaan, kacaulah alkal dan budi, dan belum dia merasa senang tenteram selagi belum bertemu yang sebenarnya.
            Ibnu Taimiyah berkata, “Yang salah itu tidak ada hakikatnya.”
            Sebab itu, semua dusta adalah bohong, artinya tidak ada.
            Dan, semua dosa baik besar atau pun dosa kecil adalah kebohongan belaka!
Sebelum bertemu dengan yang sebenarnya, gelisahlah akal mencarinya. Orang yang berbuat bohong dan dusta, ditekanlah dia terus-menerus oleh akal budinya, sampai dia kembali kepada yang sebenarnya. Akan tetapi, orang yang membohongi, artinya mengada-ada yang tidak ada, adalah orang yang tidak beres akalnya atau sakit jiwanya.
            Perlulah orang yang sakit itu diobati sampai sembuh.
            Dengan kesembuhan itu, hilanglah kedustaan dan itulah yang benar.

Read more
Itikaf, Ini Tips Agar Dapat Melaksanakannya
Monday, May 27, 2019 2 Comments
Itikaf, Ini Tips Agar Dapat Melaksanakannya
Tidak terasa bulan Ramadhan kali ini sudah memasuki hari ke-22, artinya sudah memasuki 10 malam terakhir, di mana umat Muslim berlomba-lomba untuk mendapatkan malam yang mulia, yakni malam Lailatul Qadar

Untuk mendapatkan malam Lailatul Qadar banyak orang yang rela tidak tidur, beritikaf di masjid sepanjang malam. Mengesampingkan rasa kantuk demi beribadah secara maksimal, sebagai wujud Taqarrub Ilallah.


Itikaf merupakan ibadah yang dilakukan dengan berdiam di masjid. Maksud berdiam adalah tinggal di masjid dalam kurun waktu tertentu untuk beribadah. Ulama sepakat menghukumi itikaf sebagai sunah, dan bukan wajib. Sehingga, tidaklah berdosa orang yang tidak mengerjakan itikaf.


Ingin kan melakukan ibadah itikaf tanpa merasakan kantuk? Saya merangkum beberapa tips agar kita dapat melaksanakan amalan Itikaf tersebut.


1. Penuhi waktu tidur di minggu sebelumnya


Akan mudah untuk terjaga sepanjang malam selama 10 hari terakhir Ramadhan, jika tidak memiliki hutang tidur sebelumnya. Mengoptimalkan waktu tidur pada minggu sebelumnya bisa membantu seseorang untuk kuat melek pada malam-malam terakhir bulan Ramadhan.


Nah, coba diperhatikan waktu tidurmu! Waktu tidurmu pada minggu-minggu sebelumnya sudah cukup atau belum?


2. Maksimalkan waktu tidur


Malam hari digunakan untuk meningkatkan ibadah, mencoba mendekat kepada Allah dan harus bangun untuk sahur bukan berarti jam tidur berkurang. Maksimalkan waktu beristirahat dengan menggeser jam tidur Anda. Geser jam tidur menjadi lebih awal, sehingga waktu beristirahat Anda tidak berkurang.


3. Minimalisir gangguan saat tidur


Agar tidur lebih pulas, hindari gangguan-gangguan yang membuat kualitas tidur menurun. Semakin minim gangguan, semakin pulas waktu istirahat Anda.


4. Tidur siang


Tidur saat puasa disebut-sebut sebagai ibadah. Tidur siang saat puasa juga bermanfaat untuk mengisi ulang energi tubuh supaya kuat melek saat beritikaf di malam hari. Tidur siang antara 20-30 menit dapat membersihkan zat kimia di otak yang berkontribusi pada rasa kantuk.


5. Pilih makanan dengan cermat


Hindari mengkonsumsi makanan kurang sehat, seperti makanan yang berminyak, makanan yang digoreng, makanan yang mengandung lemak tak sehat dan makanan yang mengandung gula yang tinggi. Hal tersebut dilakukan agar tubuh tetap sehat dan bugar karena konsumsi makanan sehat serta terjaga.


6. Konsumsi suplemen


Disarankan mengkonsumsi suplemen untuk membantu membuat kondisi tubuh tetap fit walaupun waktu tidur berkurang.


7. Konsumsi banyak air putih


Saat sahur ataupun berbuka puasa, minuman yang dikonsumsi sebaiknya air putih saja. Hal itu bisa menjaga kestabilan cairan di dalam tubuh yang membuat tubuh kita tidak dehidrasi dan terjaga kebugarannya.

Selain hal-hal di atas, ada baiknya setelah i’tikaf malam harinya, kita tidak mengendarai sendiri kendaraan pribadi saat berangkat ke kantor. Untuk mencegah mengendarai kendaraan saat mengantuk. Sebagai penggantinya, banyak kendaraan umum, seperti bus, angkot, taxi, ojek ataupun menggunakan transportasi berbasis online. Bahkan selama perjalanan ke kantor dengan kendaraan umum, kita bisa mengistirahatkan sejenak tubuh kita selama perjalanan.



8. Minum kopi?


Kafein atau kopi bisa membantu seseorang terjaga dari rasa kantuk. Kafein membantu memblokir reseptor untuk hormon adenosin, yaitu hormon yang merangsang seseorang mengantuk. Efek kafein dapat berlangsung 4-6 jam, atau bahkan bisa lebih lama pada orang yang sensitif. 


Namun pengonsumsian kafein harus hati-hati, karena kafein bisa menyebabkan sering buang air kecil karena bersifat diuretik dan dapat memicu detak jantung lebih cepat. Selain kopi, kafein juga bisa didapat pada teh dan cokelat.


9. Ngemil


Jangan takut gemuk, ngemil pada malam hari terbukti bisa membantu menjaga mata tetap melek. Penelitian menunjukkan bahwa pelepasan insulin bisa membantu tidur lebih larut.


Tapi ingat ya, hindari makanan berat seperti karbohidrat, karena makan karbohidrat justru membantu mempercepat rasa kantuk dan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan. Kamu bisa memilih camilan sehat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Dan yang tak kalah penting, selalu jaga kebersihan dan kesucian tempat ibadah.


10. Di tempat terang


Itikaf di masjid sungguh membantu seseorang kuat begadang. Masjid dengan penerangan yang cukup terang membuat otak mengatur waktu tidur dan kesadaran tubuh terhadap pola-pola alami cahaya. Maka dari itu, jika ingin kuat melek di 10 malam terakhir bulan Ramadhan, tinggallah di tempat yang terang.


11. Bergerak!


Biasanya sepanjang malam dihiasi oleh membaca Al-Quran dan sholat malam. Gerakan dalam sholat dapat membantu kita terjaga dari rasa kantuk lho. Saat tadarus Al-Quran, upayakan untuk istirahat sejenak. Itu penting untuk mengistirahatkan mata agar tidak cepat lelah, dan bergeraklah agar tidak merasa mengantuk.


Itulah Tips, agar kita dapat melaksanakan itikaf. Semoga bermanfaat :-)

Read more

Sunday, May 26, 2019

Falsafah Hidup
Sunday, May 26, 20190 Comments
Falsafah Hidup
Islam memulangkan kekuasaan kepada Allah belaka, yang Esa di dalam kekuasaan-Nya. Itulah Tauhid, yang mengakui Tuhan hanya Satu. Setelah itu memandang manusia sama derajatnya. Tidak ada kelebihan si anu dan si fulan, semuanya sama di sisi Tuhan; kelebihan seorang diri yang lain hanyalah takwanya, budinya dan kecerdasan akalnya. Bukan kerena pangkat atau harta kekayaan. Tangan si lemah dibimbing sehingga beroleh kekuatan. Diambil hak dari tangan yang kuat, dipindahkan kepada yang lemah, sehingga tegaklah perimbangan.
            Inilah hidup yang dikehendaki Islam. Inilah Falsafah Hidup yang kita kehendaki. Hidup seperti inilah yang dituntut dan dicari oleh ahli-ahli pikir yang insaf di dunia sekarang, inilah “Hak-hak Asasi Manusia”.
            Hidup seperti inilah yang telah menghasilkan beribu-ribu orang mulia dalam islam, yang hidupnya berguna untuk dunia, sampai sampai hari Kiamat. Tatkala kaum muslimin masih berpegang dengan budi pekerti agamanya, tatkala mereka masih mementingkan penyelidikan dalam perkara besar ini, merekalah “garam” dunia. Tidak enak “sambal" dunia kalau dia tidak tercampur dalamnya. Dialah tanah yang subur, tanaman yang menghasilkan buah berlipat ganda. Dialah sumber logam yang mahal. Dialah mata air ilmu pengetahuan yang tinggi.
            Ketika orang lain merasa megah dengan mungkir janji, mereka masih tetap memegang amanah, dan meneguhi kata. Mereka pandang mahal harga kehormatan diri, sehingga lantaran mahalnya, sudi mereka membelinya dengan maut. Mereka pandang amat murah haarga maut, sehingga dengan maut mereka membeli kehormatan.
            Dari sinilah timbul Ghazali, Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, bintang-bintang Filsafat dalam Islam. Dan disinilah timbul Syafi’i, Hanbali, Maliki, Hanafi ahli-ahli syariat yang utama. Dari sinilah timbul bintang-bintang yang memberikan alamat kepada dunia yang tengah berlayar, di mana Timur dan di mana Barat.
            Betapa tidak akan demikian, padahal hikmah, rahasia dan filsafat hayat yang mereka jalankan bersumber daripada ajaran Nabi Besar Muhammad SAW. yang telah diutus Tuhan dengan kebenaran yang tidak dapat dibanding.
            Kebaikanlah yang ditegakkan,dan kejahatanlah yang diruntuhkan. Kebaikanlah yang diserukan Nabi, sahabat, dan budiman-budiman besar dalam Islam. Itulah yang dididikkan oleh guru,yang diteruskan oleh pemompin. Urat kebaikan itu ialah ikhlas. Cabang-cabang yang tumbuh daripadanya ialah kemenangan, kejayaan, taufik, dan hidayat, cinta dan kasih sayang sesama manusia. Kesukaan berkorban untuk orang lain. Keberkahan dan ketentraman, sakinah dan tuma’ninah. Akhirnya, ialah surga, yang luasnya seluas langit dan bumi, disediakan bagi orang yang muttaqin. Intinya yang sejati yang lebih dari surga adalah satu. Yaitu keridhaan dari-Nya.
            Lantaran menegakkan kebaikanlah segolongan umat dahulu telah menang, dan telah memperoleh nikmat daripada Tuhan.
Kejahatanlah yang diruntuhkan itulah maksud hidup setiap orang Islam. Dalam perjuangan kita dilahirkan. Di dalam gerak tangis kita mulai membuka mata. Di dalam bendungan ibu kita menggerakkan badan melepaskan ikatan bendung. Lepas dari asuhan ibu, kita merangkak, kita angsur tegak dan kita jatuh, lalu kita tegak lagi dan jatuh lagi. Kemudian tegak lurus untuk pergi berjuang ke medan permainan, lalu ke medan hidup, lalu ke perjuangan dalam batin kita sendiri, menegakkan yang baik melawan yang buruk. Selama hidup kita kerjakan demikian, menjalankan titah Tuhan Yang Maha Esa. Berapa pun yang dapat kita kerjakan, harus kita syukuri. Tiap hari atau masa kita hitunglah laba dan rugi. Sampai kelak datang panggilan. Panggilan yang tidak dapat dita’khirkan walau suatu saat dan tak dapat pula ditaqdimkan walaupun suatu saat. Panggilan yang tak dapat di elakkan oleh setiap yang bernyawa.
Maka terbukalah pintu kubur. Artinya pindahlah kita dari hidup fana kepada hidup baka, dari hidup dunia kepada hidup akhirat.
Kita melengong sebentar kepada alam dunia, kepada bumi yang kecil di dalam lingkungan cakrawala besar. Di sana kita hidup selama ini, dan tidak akan kembali ke sana lagi. Kita teruskan menghadap ke muka. Disana telah menunggu Qadhi yang Maha Adil, yang tidak bersembunyi kepada-Nya segenap perjuangan yang telah kita tempuh, besarnya, dan kecilnya. Di mana tempat kita kalah dan di mana tempat kita menang. Berapa kali kebaikan telah kita tegakkan dan berapa kali kejahatan yang telah kita jatuhkan. Ketika itu berjalanlah soal dan jawab. Berlakulah pertimbangan yang seadil-adilnya. Siapa saja yang berat kebaikannya, bahagialah yang akan dihadapinya, kekal di dalam surga Jannatun Na’im. Jika kejahatan yang memang lebih berat, sedang kebaikan hanya sedikit, gelaplah mukanya. Terbentanglah neraka Jahannam, sampai selesai diterima hukuman yang setimpal
Sekarang kita tuliskan dan sekarang sudah dapat kita teropong, gelapkah yang ada di hadapan kita atau terangkah?
Betapa jua pun kita harus percaya, bahwa kebaikan juga yang menang. Sebab asal-usul kejahatan kita bukan jahat, hanya baik semata. Kalau kejahatan pernah menang, hanya lantaran dorongan nafsu. Bila nafsu telah reda, kebaikan jualah yang kita junjung. Sebab itu, hendaklah kita percaya penuh dengan IMAN, dan baik sangka kepada Tuhan. Itulah FALSAFAH HIDUP.
Read more

Saturday, May 25, 2019

Semester 4
Saturday, May 25, 20190 Comments
Mata kuliahnya adalah:
1. Filsafat Islam
2. Tafsir III
3. Ilmu Balaghah
4. Wacana Bahasa Inggris II
5. Ilmu Qira’at
6. Wacana Bahasa Arab II
7. Metodologi Penelitian
8. Ulumul Qur’an IV
9. Filsafat Agama
10. Sejarah Peradaban Islam
Read more
Makna Filosofis Menutup Aurat
Saturday, May 25, 20190 Comments


Makna Filosofis Menutup Aurat

Aurat secara bahasa berasal dari kata “araa”, kata tersebut muncul dari derivasi kata bentukan dan makna baru. Bentuk ‘awira (menjadikan buta sebelah mata),‘awwara (memalingkan), a’wara (tampak), al-‘awaar (cela atau aib), al-‘wwar (yang lemah, penakut), al-‘aura’ (perbuatan buruk, keji dan kotor), dan al-‘aurat adalah segala perkara yang dirasa malu. Pengertiah Aurat secara istilah suatu angggota badan yang tidak boleh di tampakkan dan di perlihatkan oleh lelaki atau perempuan kepada orang lain. Dalam hal ini, terkhusus untuk perempuan. Menutup aurat hukumnya wajib sebagaimana kesepakatan para ulama berdasarkan firman Allah Swt. (A.W. Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Pustaka Progresif, Surabaya, 1997). Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Djambatan, Jakarta, 1992) dalam Surah an-Nuur ayat 31:


وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya:” Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.S. an-Nuur [24]: 31)


Dan dijelaskan pula didalam hadis Rasulullah Saw. bahwasannya:


الْـحَيَاءُ لاَ يَأْتِيْ إِلاَّ بِخَيْـرٍ

“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.” [Muttafaq ‘alaihi]


Dengan adanya sifat malu, seorang perempuan bisa menjaga harga dirinya. Karena pada hakikatnya, perempuan itu adalah sebaik-baik perhiasan yang ada di dunia ini. Ungkapan dari salah satu aktivis sosial bahwasannya “Hilangnya rasa malu perempuan zaman sekarang adalah salah satu sumber kerusakan moral masyarakat, termasuk dalam masyarakat Muslim.” (Dina Katresna Gusti)

Mengapa perempuan Muslim harus menutup auratnya? Karena wajib sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam Alquran dan Hadis Nabi. Jika tidak melaksanakan berdosa? Ya benar, tapi mari kita kesampingkanlah dulu alasan hukum dan perintah ini. Melaksanakan keharusan karena dasarnya perintah menunjukkan kesadaran diri yang rendah. Mari kita mendasarkan pada kesadaran diri saja, mari memahaminya dengan akal sehat kita. Akal sehat tidak pernah bertentangan dengan agama. Bila kata akal sehat benar maka benarlah perintah agama, pantaslah Allah dan Rasul-Nya memerintahkan. Kesadaran seperti ini akan lebih kuat menancap dalam hati dibandingkan yang dasarnya karena perintah saja.

Kita akan lebih kuat melaksanakan sesuatu bila sudah sadar bahwa itu memang keharusan. Seorang anak akan rajin belajar dengan sendirinya bila menyadari bahwa belajar itu penting karena akan menentukan masa depannya sendiri, tanpa harus disuruh-suruh. Seorang perempun Muslim yang sudah menutup aurat dengan benar itu karena ada kesadaran dalam dirinya. Sementara yang belum, itu karena belum adanya kesadaran dalam dirinya. Bila diri belum sadar, walaupun ceramah didengarkan setiap hari, walaupun ayat Alquran dibacakan ratusan kali, tetap saja seseorang tidak akan tergerak melaksanakan sebuah keharusan.

Menutup aurat sesungguhnya adalah persoalan memuliakan harga diri perempuan. Dalam Islam, perempuan itu makhluk yang mulia dan dimuliakan. Dengan menutup aurat, agama bermaksud menjaga harga diri, martabat dan kehormatannya. Ilustrasi yang paling tepat mengibaratkan perempuan Muslim adalah "perhiasan" atau "barang mahal." Barang mahal memiliki ciri-ciri, yaitu:

1.     Dijual di toko berkelas,

2.     Disimpan di etalase yang hanya bisa dipandang dibalik kaca,

3.     Disegel, tidak bisa dibuka dan disentuh isinya,

4.     Tidak bisa dicoba dulu,

5.     Harganya mahal dengan jaminan memuaskan, dan bergaransi.

Kebalikan dari barang mahal adalah barang murah. Ciri-cirinya yaitu:

1.     Adanya di toko murah, di emperan atau di pasar,

2.     Tidak disegel,

3.     Diobral,

4.     Boleh dicoba, bebas disentuh-sentuh, dipegang-pegang, dicoba berulang kali oleh banyak orang,

5.     Setelah dicoba boleh tidak jadi dibeli,

6.     Tidak ada garansi.

Islam memperlakukan perempuan persis seperti barang mahal tersebut. Diibaratkan dua jenis barang tadi, “toko berkelas” adalah keluarga Muslim yang bermartabat yang taat pada agama; “disegel, tidak bisa dibuka dan disentuh” adalah prinsip dibalik busana Muslimahnya; “tidak bisa dicoba dulu” adalah prinsip menjaga kehormatan dengan tidak bisa bermesraan dan menggaulinya tanpa menikahinya dulu; “harganya mahal” adalah pembelinya harus laki-laki yang juga mahal (akhlaknya terjaga dan kepribadiannya terpuji). Laki-laki murahan tidak akan sanggup membeli perempuan mahal karena tidak akan berani, segan, malu mendapatkannya dan merasa dirinya tidak seimbang; “bergaransi” adalah original, dijamin masih gadis perawan dan belum disentuh laki-laki lain.

Jelas, menutup aurat adalah menjaga diri, mensegel diri, menghormati diri, memuliakan diri. Perempuan yang menutup auratnya dengan benar dan akhlaknya terjaga, adalah barang mahal yang tersimpan dalam etalase, terjaga dalam sebuah kotak yang tidak bisa dibuka, tersegel, tidak bisa disentuh dan harganya mahal.

Sebaliknya, perempuan yang membuka auratnya (betis, paha, lengan, rambut, leher dan dada, apalagi lebih dari itu) adalah “barang obralan” yang murah, tidak perlu repot-repot ingin membukanya karena ia sudah membukanya sendiri, silahkan bebas menatapnya bahkan menyentuh-nyentuhnya (dalam kebebasan pergaulan), “merasakannya” (dalam kemesraan pacaran) dan menikmatinya dengan berzina yang sekarang sudah umum dari anak SMP, SMA, mahasiswa hingga yang sudah bersuami. Kalau sudah tidak suka lagi atau tidak cocok, boleh tidak jadi memilikinya. Jadilah, ia barang bekas alias sampah. Barang bekas tentu tidak berkualitas, murah, karena sudah dipakai orang.

Mengapa perempuan yang seharusnya mahal menjadi murah? Kata Nabi, karena hilangnya rasa malu: “Al-hayaa-u minal iman” (malu itu sebagian dari iman). Sangat menyedihkan, bila dulu perempuan malu kelihatan auratnya, sekarang malah bangga mempertontonkannya. Maka berbaju ketat menjadi hal yang wajar, bercelana pendek berarti gaul, dan menonjolkan payudara adalah kebanggaan. Rasa malu hilang dari perasaan perempuan.

Bila kaum perempuan sudah kehilangan rasa malu, itu berarti kehancuran diri, keluarga, masyarakat dan negara. Maka benarlah, “perempuan membuka auratnya dalam pergaulan sosial adalah salah satu sumber kerusakan moral seksual masyarakat, termasuk dalam masyarakat Muslim.” Dan iblis pun pernah berkata: “Perempuan adalah alat senjataku yang paling ampuh untuk menyesatkan anak adam. Ia seperti anak panah, sekali kulepaskan dari busurnya, jarang meleset!”

Sehubungan dengan ilustrasi barang mahal tadi, sering muncul pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini:

1.     Bagaimana dengan perempuan yang berkerudung menutup auratnya tapi tidak menjaga akhlaknya, bebas pacaran, bermesraan dan banyak disentuh-sentuh apalagi sudah tidak perawan? Jawabannya ialah bahwasannya Ia adalah “barang mahal” yang palsu, aslinya murah bungkusnya pun murah, kerudungnya hanya mode atau ikut-ikutan sehingga gampang dibuka dan dicoba. Ia barang tipuan yang tanpa sadar sedang menipu dirinya sendiri.

2.     Bagaimana dengan perempuan yang merasa tidak perlu menutup aurat yang penting bisa menjaga diri sehingga tetap menganggap dirinya perempuan terhormat? Jawabannya ialah bahwasannya itu hanya alasan belum bisa taat pada agama. Kalau benar-benar bisa menjaga diri, ia adalah barang mahal yang diobral. Barang bagus yang diobral tetap saja lebih murah dan lebih rendah nilainya dari barang mahal yang tidak diobral.

3.     Bagaimana dengan perempuan yang mengatakan: “Ah, yang berkerudung juga banyak yang kelakuannya gak bener, rusak, mendingan begini, gak berkudung tapi punya prinsip”? Jawabannya ialah bahwasannya itu artinya menutupi kesalahannya dengan kesalahan yang lain. “Berkerudung tapi kelakuannya parah” adalah salah, “mendingan begini gak berkerudung tapi punya prinsip” juga salah. Jadi, ia lari dari satu kesalahan dan bersembunyi dalam kesalahan yang lain.

4.     Bagaimana dengan perempuan (juga laki-laki) yang berusaha mengutak-ngatik pengertian “aurat” dengan logika dan pengetahuan Islamnya kemudian berkesimpulan menutup aurat itu tidak perlu? Jawabannya ialah bahwasannya menutup aurat adalah perintah Allah yang Nash-nya sangat jelas dalam Alquran, tak bisa ditawar-tawar lagi seperti dalam dua ayat di atas. Apapun argumennya, kalau ia laki-laki, ia sedang memaksakan keinginannya merendahkan kaum perempuan menjadi barang murah atau murahan. Kalau ia adalah perempuan, ia sedang memperkosa dirinya dan kaumnya, agar harganya murah dan murahan.

5.     Bagaimana dengan pemikir, ulama bahkan ahli tafsir yang mengatakan menutup aurat seluruh badan itu tidak perlu, karena pengertian “sebenarnya” tentang aurat (ditinjau dari bahasa Arab, ulumul Quran, ilmu tafsir, ilmu hadits, sejarah dsb.) bukanlah yang secara konvensional difahami selama ini yaitu seluruh tubuh kecuali muka dan dampal tangan? Jawabannya ialah bahwasannya apapun argumennya, seluas apapun ilmunya, ia sedang melegitimasi penolakannya pada perintah Tuhan dan tuntunan Nabi dengan pikirannya berdasarkan hawa nafsu ilmu agamanya (ini paling berat pertanggungjawabannya di akhirat kelak). Ingat, ilmu yang tidak bermanfaat adalah ilmu yang tidak menumbuhkan kesadaran malah menjadi penolakan dan pembantahan pada perintah Tuhan sendiri.

6.     Karena masih ada sebagian “orang pintar” dan “ahli agama” yang memperdebatkan, bagaimana sebenarnya jawaban pasti batas-batas aurat wanita? Jawabannya ialah bahwasannya yang diperintahkan Allah untuk ditutup saat shalat menyembah-Nya. Itulah batasan aurat yang pasti. Perintah agama begitu masuk akal, rasional dan sangat jelas untuk memuliakan kaum perempuan. Menghadapi perintah Tuhan hanya satu: “Sami’na wa atha’na!” (Kami dengar dan kami taat) bukan dengan diskusi dan analisis.

Ilustrasi-ilustrasi di atas hanya untuk menguatkan bahwa perintah agama sebenarnya berlandaskan akal sehat agar manusia mampu menangkap kebenaran, menyadarinya dan melaksanakannya. Tapi, tentu saja, apakah ingin menjadi perempuan mahal atau perempuan murah berpulang pada diri masing-masing. Silahkan memilihnya sendiri. Bebas-bebas saja, mau sadar atau tidak, kitalah yang menentukan. Mau selamat atau celaka kelak di akhirat, kitalah yang menanggungnya.

Mengapa manusia banyak yang merasa nyaman dalam kesalahan dan ketaksadaran? Karena Tuhan tidak langsung menghukum setiap dosa dan pelanggaran. Dia masih memberikan waktu kepada kita untuk berfikir, untuk tersadar dan berubah. Itulah sifat Ar-Rahman dan ar-Rahimnya Allah, kasih sayang Allah yang tiada tara pada hamba-hamba-Nya sebelum celaka di akhirat kelak.


Masihkah kita akan menyia-nyiakan kesempatan, padahal hidup di dunia ini hanya satu kali?
Read more