February 2020 - Yoga Firdaus

Sunday, February 23, 2020

Batasan Aurat Perempuan Menurut Muhammad Syahrur
Sunday, February 23, 20200 Comments
Batasan Aurat Perempuan Menurut Muhammad Syahrur
Muhammad Syahrur, seorang cendekiawan muslim asal Suriah, sekaligus seorang mufassir ternama di kancah internasional.
Dalam permasalahan kali ini, ia menafsirkan batasan aurat yang sangat signifikan dari para Mufassir dan Mufaqqih lain. Ia mempunyai teori yang dinamakan Nazhariyat al-Hudud atau biasa disebut dengan teori limit yang terbagi menjadi dua yaitu batas maksimal (Hadd al’A’la) dan batas minimal (Hadd al-Adna) dengan menutup bagian atas (al-Juyub al-Ulwiyyah) dan menutup bagian bawah (al-Juyub as-Sufliyah).
Menurutnya, aurat adalah as-saw’ah yang memiliki arti denotatif dan konotatif. Secara konotatif kata as-saw’ah berarti aurat, yaitu bagian tubuh yang tidak boleh dibuka untuk diperlihatkan. Berdasarkan hal ini muncul pendapat bahwa kata tersebut adalah kiasan (kinayah) tentang alat kelamin laki-laki dan perempuan yang jika diperlihatkan akan mengganggu pihak lain.
Secara denotatif (berkaitan) kata ini berarti keburukan (al-qubh), seperti disebutkan dalam hadis: (perempuan yang buruk rupa namun subur lebih baik daripada perempuan cantik tapi mandul). Kata ini juga berarti al-baras (bintik-bintik putih pada kulit).
Rasa berdosa pada seseorang ketika auratnya terbuka merupakan perasaan sosial yang tidak mungkin muncul dalam kondisi sendirian, ketika tidak ada pihak lain yang sengaja melihat dan memperhatikannya. Sebagaimana Ibnu ‘Abbas dan Qatadah yang memaknai libas at-taqwa sebagai “amal soleh”, maka Syahrur pun memaknai kata as-saw’ah dengan pengertian “amal buruk” pada diri seseorang yang tidak ingin diperlihatkan kepada pihak lain, apalagi jika orang tersebut adalah golongan yang ahli taubat. Oleh karena itu, ia menegaskan pendapatnya yang telah disebutkan dalam buku al-Kitab wa al-Qur’an: Qira’ah Mu’asirah, bahasan tentang al-Abshar wa al-Insan, bahwa ayat “fa badat lahuma saw’atuhuma” artinya, maka terlihatlah perbuatan buruk keduanya, bukan kemaluannya.
Mengenai batasan aurat perempuan, ia berpendapat bahwa hal itu dibagi menjadi dua, pertama bagian tubuh yang terbuka secara alami (qiyam az-Zahirah bi al-Khalq). Bagian tubuh yang diperlihatkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala saat penciptaan tubuh perempuan seperti: kepala, perut, punggung, dua kaki dan dua tangan.
Kedua bagian tubuh yang tidak tampak secara alami (qism ghayr az-Zahir bi al-Khalq) yaitu yang disembunyikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam bentuk dan susunan tubuh perempuan. Bagian tersembunyi ini adalah al-Juyub. Al-Juyub berasal dari kata ja-ya-ba seperti dalam perkataan jabtu al-Qamisa artinya melubangi bagian saku baju. Al-Juyub adalah bagian terbuka yang memiliki dua tingkatan, bukan satu tingkatan karena pada dasarnya kata ja-ya-ba berasal dari kata ja-wa-ba yang memiliki arti “lubang yang terletak pada sesuatu” dan juga berarti pengembalian perkataan “soal jawab”.
Istilah juyb pada tubuh perempuan memiliki dua tingkatan yang secara rinci berupa: bagian antara payudara, bagian bawah payudara, bagian bawah ketiak, kemaluan, dan pantat. Semua bagian ini adalah yang dikategorikan sebagai al-Juyub yang wajib ditutupi oleh kaum perempuan.
Jadi, batas maksimal (Hadd al’A’la) aurat perempuan adalah sebagaimana hadis Nabi SAW, bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapaak tangan yang termasuk dalam kategori “maa zahara minha”. Wallahua'lam.
Read more

Friday, February 21, 2020

Mengkhawatirkan Esok
Friday, February 21, 20200 Comments
Hari esok yang selalu menjadi dambaan untuk kehidupan yang lebih baik.
Di dalam hidup ini, terkadang kita memang perlu untuk memikirkan apa yang terjadi selanjutnya. Dengan memikirkannya, kita mempunyai kekuatan untuk bisa mempersiapkan segala hal untuk kedepannya. Semisal, tanpa disadari, kita pun berangan-angan dan selalu memikirkan kehidupan apa yang terjadi di hari esok.
Setiap dari kita pasti mempunyai keinginan. Baik berupa cita-cita, harapan dan lain sebagainya. Hal itu yang merangsang kita berangan-angan dan memikirkan kehidupan selanjutnya. Seperti apa kehidupan yang kita alami selanjutnya, apakah lebih baik, atau bahkan lebih buruk dari sebelumnya.
Terkadang, kita sangat antusias dalam membangun kewaspadaan diri kita sendiri terhadap kehidupan selanjutnya, hingga melupakan hal yang terpenting lainnya daripada itu. Di hari esok, di minggu esok, di bulan esok, bahkan di waktu yang lebih jauh lagi untuk kehidupan selanjutnya. Padahal, hal itu pun yang kita tidak sadari menyiksa diri kita.
Mengkhawatirkan hari esok atau yang semacamnya, bisa membuat diri kita rapuh. Hal itu terjadi karena kita sulit untuk menerima kenyataan yang dijalani saat ini, terburu-buru ingin harapan kita terkabul, bahkan sampai diri kita pun lupa akan bersyukur.
Allah Subnahu Wata’ala berfirman:
يُنَادُونَهُمْ أَلَمْ نَكُن مَّعَكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ وَلَٰكِنَّكُمْ فَتَنتُمْ أَنفُسَكُمْ وَتَرَبَّصْتُمْ وَٱرْتَبْتُمْ وَغَرَّتْكُمُ ٱلْأَمَانِىُّ حَتَّىٰ جَآءَ أَمْرُ ٱللَّهِ وَغَرَّكُم بِٱللَّهِ ٱلْغَرُورُ ﴿١٤﴾
Artinya: "Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata: "Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kamu?" Mereka menjawab: "Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah; dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (syaitan) yang amat penipu." (Q.S. al-Hadiid {57}: 14)
Maka dari itu alangkah baiknya kita membuat takaran untuk diri kita sendiri dengan sewajarnya, memikirkan kehidupan selanjutnya dengan sewajarnya saja. Dan berusaha untuk selalu mensyukuri kehidupan yang dijalani saat ini. Jalani kehidupan dengan sebaik mungkin, dengan berdoa yang diiringi dengan usaha yang maksimal. Agar kita pun akhirnya dapat percaya diri akan kehidupan selanjutnya.
Wallahua'lam.
Read more